PEMBELAJARAN
AL QUR’AN DENGAN METODE AMSTILATI DAN TAMYIZ
Makalah Ini disusun Guna Memenuhi
Tugas Mata Kuliyah Pembelajaran Al Qur’an
Yang diampu Oleh Bapak Abdullah
Ma’sumS.Pd.IAlh.
Di SusunOleh :
1. Muhammad
IslakhulAsror
2. AbduraoufLutfi
3. Nurhayati
4. Mufti NafiatulUlum
5. KukuhFatmalasariUtami
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2014
BAB
I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Setiap agama memiliki kitab suci, begitu pula dengan
agama islam yang memiliki kitab suci yang paling agung dan mulia yang dijadikan
salah satu pedoman bagi seluruh umat manusia. Kitab suci tersebut adalah al-
qur’an yang di turunkan secara berangsur-angsur kepada nabi agung Muhammad Saw.
Al quran adalah kalam Allah yang barang siapa membacanya bernilai ibadah. Tidak
ada satupun kitab yang lebih baik dari al-quran. . Dilihat dari bahasa yang
digunakan adalah bahasa dimana nabi Muhammad berada, yaitu bahasa Arab dan
dengan sistematik yang sangat indah.
Al-Qur’an selain sebagai pedoman juga sebagai petunjuk
yang berisi perintah dan larangan dalam beribadah sehari-hari. Untuk mengetahui
kandungan dalam Al-Qur’an maka harus mengetahui bahasa arab terlebih dahulu,
karena jarang sekali orang yang mengetahui bahasa arab maka di Indonesia banyak
sekali metode-metode untuk mempelajari Al-Qur’an, mulai dari metode pembelajaran
Al-Qur’an konvensional yaitu dengan turutan dan sorogan, metode pembelajaran
al-qur’an dengan cepat yaitu dengan al barqi dan al-nur, metode pembelajaran
al-qur’an terstruktur seperti qiroati dan sebagainya. Dan yang tidak kalah
ketinggalan juga, pada zaman yang serba elektronik ini Al-Quran juga memiliki
metodenya seperti 0n-line, pen digital dan sebagainya. Dan tidak kalah
pentingnya ketika kita bisa membaca Al Qur’an dengan mengetahui maknanya yaitu
metode Amstilati dan Tamyiz.
Begitu banyak metode dalam mempelajari Al-Quran, dan
disini kami akan membahas tentang system pembelajaran Al-Qur’an dengan makna amsilati
dan tamyis. Dimana kita tahu bahwa metode ini kebanyakan digunakan pondok
pesantren dalam membaca kitab kuning atau arab gundul. Memang kitab kuning bukan
sebagian dari Al-Qur’an melainkan kitab yang dikarang oleh ulama-ulama
terkenal. Namun dengan latar belakang menggunakan huruf arab maka diperlukanlah
metode yang disebut amsilati dan tamyis tersebut.
II.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana memahami Al Quran dengan makna Amsilati ?
2.
Bagaimana
memahami Al Quran dengan makna Tamyiz ?
3.
Bagaimana
perbedaan dan persamaan metode Amstilati dengan Tamyiz ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Memahami
Al Quran Dengan Makna Amsilati
Metode Amsilati pertama kali di bentuk oleh Taufiqul Hakim, seorang kiai
muda, untuk menyusun metode pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan
menyenangkan. Metode itu diberi nama Amtsilati yang terinspirasi dari metode
belajar cepat membaca Al-Quran, yakni Qiroati. Hal ini terinspirasi dari
pendapat banyak orang yang menyatakan bahwa belajar bahasa arab itu sulit, bahkan
banyak yang ketakutan bahwa bahasa arab adalah bahasa tersulit di dunia. Karena
dalam bahasa arab seseorang harus belajar ilmu nahwu dan sharaf yang menegangkan syaraf karena satu kata
dibolak-balik menjadi puluhan kata.
A.
Sejarah ditemukannya metode
Amtsilati.
Ada yang
berlebihan menyebut bahasa Arab sebagai bahasa surga. Akan tetapi melihat
huruf-huruf yang kelihatan ruwet dalam kitab-kitab kuning atau kitab gundul itu
orang menjadi ngeri. Yang menakutkan lagi, jika orang ingin bisa berbahasa Arab
harus mengeram berlama-lama di pesantren, sampai tua dan tidak sempat menikah.
Orang harus belajar ilmu nahwu, memutar-mutar harakat sampai ngelu; harus
belajar ilmu sharaf yang menegangkan saraf, satu kata dibolak-balik menjadi
puluhan kata, puluhan makna. Banyak yang ketakutan bahwa bahasa Arab adalah
bahasa tersulit di dunia.
Hal itulah
yang menginspirasi Taufiqul Hakim, seorang kiai muda, untuk menyusun metode
pembelajaran kitab kuning secara cepat, tepat, dan menyenangkan. Metode itu
diberi nama Amtsilati yang terinspirasi dari metode belajar cepat membaca
Al-Quran, yakni Qiroati. Jika dalam metode Qiroati orang bisa belajar membaca
Al-Quran dengan cepat, maka dengan metode Amtsilati orang akan dapat membaca
dan memahami kitab gundul-kitab tanpa harakat, kenapa tidak!! Terbetiklah nama
Amtsilati yang berarti beberapa contoh dari saya yang sesuai dengan akhiran
-ti dari Qiroati. Mulai tanggal 27 Rajab 2001, KH. Taufiqul Hakim merenung dan
bermujahadah, dimana dalam thoriqoh ada doa khusus, yang jika orang secara ikhlas
melaksanakannya, insya Allah akan diberi jalan keluar dari masalah apapun oleh
Allah dalam jangka waktu kurang dari 4 hari. Setiap hari saya lakukan mujahadah
terus-terusan sampai tanggal 17 Ramadhan yang bertepatan dengan Nuzulul
Quran.Saat mujahadah, kadang KH. Taufiqul Hakim ke makam Mbah Ahmad Mutamakin.
Di situ kadang seakan-akan berjumpa dengan Syekh Muhammad Bahauddin
An-Naqsyabandiyyah, Syekh Ahmad Mutammakin dan Ibnu Malik dalam keadaan
setengah tidur dan setengah sadar. Hari itu seakan-akan ada dorongan kuat untuk
menulis. Siang malam saya ikuti dorongan tersebut dan akhirnya tanggal 27
Ramadlan selesailah penulisan Amtsilati dalam bentuk tulisan tangan. Amtsilati
tetulis hanya sepuluh hari. Kemudian diketik komputer oleh Bapak Nur Shubki, kang
Toni dan kang Marno. Proses pengetikan mulai dari Khulashoh sampai Amtsilati
memakan waktu hampir 1 tahun. Kemudian dicetak sebanyak 300 set. Sebagai follow
up terciptanya Amtsilati, kami gelar bedah buku di gedung Nahdlatul Ulama (NU)
Kabupaten Jepara, tanggal 16 juni 2002 diprakarsai Bapak Nur Kholis. Sehingga
timbullah tanggapan dari peserta yang pro dan kontra. Diceritakan, Salah satu
dari peserta bedah buku di Jepara kebetulan mempunyai kakak di Mojokerto yang
menjadi pengasuh Pesantren. Beliau bernama KH. Hafidz pengasuh pondok pesantren
Manbaul Quran. Beliau berinisiatif untuk menyelenggarakan pengenalan sistem
cepat baca kitab kuning Metode Amtsilati, tanggal 30 Juni 2002. untuk acara
tersebut Bapak H. Syauqi Fadli sebagai donatur, menyarankan agar dicetak 1000
set buku Amtsilati dan sekaligus untuk acara Hubbur Rosul di Ngabul Jepara.
Dari Mojokertolah dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah di Jawa Timur
melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum (UNDAR) Jombang, Jember,
dan Pamekasan Madura. Sampai saat ini Amtsilati telah tersebar ke pelosok Jawa,
bahkan sudah sampai ke luar Jawa, seperti Kalimantan, Batam dan Alhamdulillah
telah dikenal di luar negeri, seperti Malaysia.
Dalam waktu 4 tahun kitab amtsilati
sudah diterbitkan tidak kurang dari 5 juta exemplar. Kitab Amtsilati pertama
kali digandakan dengan mesin foto copy. Hasil penjualannya dipakai untuk
menggandakan Amtsilati di mesin percetakan. Kemudian, hasil penjualan
selanjutnya digunakan untuk membeli mesin cetak sendiri. Setiap kali cetak
sejumlah 5000 ekslempar. Pegawai percetakan adalah masyarakat sekitar, termasuk
ibu-ibu rumah tangga.
Metode ini berkembang sangat berpenagruh dari penggagas metode ini yaitu KH. Taufiqul Hakim. Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar. Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais Aam PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari. Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, Aqidati: Aqidah Tauhid, Syariati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja. Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan. Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fiil atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyqul kalm (konteks kalimat). Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fiil madhi; fiil mudhari; fiil amar; isim fiil; huruf; dhamr; isyrah; maushal; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34. Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu Rumus Qaidati dan Khulashah Alfiyah. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saja.
Metode ini berkembang sangat berpenagruh dari penggagas metode ini yaitu KH. Taufiqul Hakim. Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Sidorejo RT. 03 RW. 12 Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Dia adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara. Dia bukan keterunan kiai atau bangsawan. Ayah dan ibunya hanya petani. Dari tujuh bersaudara hanya dia yang berprofesi sebagai seorang guru, dan saat ini dia dikenal sebagai kiai. Hal yang paling disesalinya adalah ketika ayahnya meninggal, dia tidak sempat ikut mengantarkan jenazah ayahnya karena harus menyelesaikan tugas belajar. Dia adalah alumnus Perguruan Islam Matholiul Falah Kajen Pati. Ketika menjadi siswa di Matholiul Falah, dia juga nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda Kajen, yang diasuh oleh Rais Aam PBNU KH. MA. Sahal Mahfudh. Pada tahun yang sama dia nyantri di Popongan Klaten, belajar Thariqah an-Nagsabandiyah dibimbing oleh KH. Salman Dahlawi, dan dinyatakan lulus setelah belajar selama 100 hari. Selain sibuk mengajar dan mengisi pelatihan-pelatihan Amtsilati di berbagai kota di Indonesia dia juga tetap produktif menulis. Di antara karyanya adalah Program Pemula Membaca Kitab Kuning: Amtsilati jilid 1-5; Qaidati: Rumus dan Qaidah, Shorfiyah: Metode Praktis Memahami Sharaf, Tatimmah: Praktek Penerapan Rumus 1-2, Khulashah Alfiyah Ibnu Malik, Aqidati: Aqidah Tauhid, Syariati: Fiqih, Mukhtarul Hadits 1-7, Muhadatsah, Kamus At-Taufik 587 halaman, Fiqih Muamalah 1-2, Fiqih Jinayat, Fikih Taharah, Fikih Munakahat, Fikih Ubudiyah 1-2, dan beberapa kitab lainnya. Sudah ada sekitar 30 buku, dan masih terus menulis. Pesantren Darul Falah yang dipimpinnya kini membimbing tidak kurang dari 650 santri. Santri Darul Falah ada dua kategori: santri tetap dan santri kilatan. Santri tetap harus mengikuti semua aturan yang ada dalam program Amtsilati, sementara santri kilatan tidak diwajibkan banyak hafalan. Masa belajar bagi santri kilatan antara 1 minggu s.d. dua bulan saja. Nama Al-Falah diambil dari nama pesantren Matholiul Falah, tempat dia pernah menjadi santri. Secara tidak resmi, Darul Falah ada sejak Taufiqul Hakim lulus dari Pesantren. Awalnya Tufiqul hakim menyimpulkan bahwa ternyata tidak semua nadzam atau syair dalam kitab Alfiyah yang disebut-sebut sebagai babonnya gramatikal arab itu tidak semuanya digunakan dalam praktek membaca kitab kuning. Dia menyimpulkan bahwa dari 1000 nazham Alfiyah yang terpenting hanya berjumlah sekitar 100 sampai 200 bait, sementara nazham lainnya sekedar penyempurna. Dengan bekal hafalan dan pemahamannya terhadap kitab Alfiyah, dia mulai menyusun metode Amtsilati. Penyusunan tersebut dia mulai dari peletakan dasar-dasarnya kemudian terus berkembang sesuai kebutuhan. Amtsilati memberi rumusan berpikir untuk memahami bahasa Arab. Di sana ada rumusan sistematis untuk mengetahui bentuk atau posisi satu kata tertentu. Hal ini dapat dilihat pada rumus utama isim dan fiil atau tabel. Lalu juga ada rumus bayangan dhamr untuk mengetahui jenis atau kata tertentu; penyaringan melalui dzauq (sensitivitas) dan siyqul kalm (konteks kalimat). Sebelum memasuki praktek, Amtsilati telah memberi rambu-rambu mengenai kata-kata yang serupa tapi tak sama (homonimi: homografi, homofoni). Kata-kata yang serupa ini bisa terjadi dari beberapa kemungkinan: isim; fiil madhi; fiil mudhari; fiil amar; isim fiil; huruf; dhamr; isyrah; maushal; dan lainnya. Rumus selengkapnya terangkum dalam buku Tatimmah 1 hal. 3-7, 10, 12, 15-34. Kelebihan Amtsilati adalah peletakan rumus secara sitematis, dan penyelesaian masalah gramatikal Bahasa Arab melalui penyaringan dan pentarjihan. Selain itu, rumus yang pernah dipelajari diikat dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu Rumus Qaidati dan Khulashah Alfiyah. Diharapkan, para pemula tidak perlu bersusah-susah mempelajari bahasa Arab selama 3 sampai 9 tahun; cukup 3 sampai 6 bulan saja.
B.
Pengertian Metode Amstilati
Jika dalam
metode Qiroati orang bisa belajar membaca Al-Quran dengan cepat, maka dengan
metode Amtsilati orang akan dapat membaca dan memahami kitab gundul-kitab tanpa
harakat.
Pengertian metode Amtsilati, secara lughowi metode dalam bahasa Arab yang
berarti jalan, cara. Radliyah Zaenuddin mendefisikan metode adalah rencana yang
menyeluruh yang berkenaan dengan penyajian materi secara teratur, di mana tidak
ada satu bagian yang lain dan kesemuanya berdasarkan atas approach (pendekatan)
yang telah ditentukan sebelumnya (Radliyah Zaenuddin, 2005: 31). Dari definisi
tersebut dapat disebutkan bahwa metode merupakan suatu alat atau cara untuk
mencapai tujuan proses pembelajaran.
Sedangkan Amtsilati berasal dari kata ‘amstilah’ yang artinya beberapa
contoh dan akhiran "ti" itu sendiri diambil dari kata Qira'ati. Jadi
yang dimaksud metode Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang
dilakukan oleh guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab
tersebut lebih menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan
tujuan siswa mampu memahami Qawa’id dengan baik. Kitab Amstilati merupakan
kitab yang berisikan materi pelajaran yang terprogram dengan penulisan
sistematis untuk belajar membaca kitab kuning bagi pemula yang dilaksanakan
dengan intensif dalam jangka 3-6 bulan. Kitab tersebut membahas tentang Qawa'id
(nahwu dan sharaf), di mana kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar
ilmu Qawa'id (nahwu dan sharaf) serta sulitnya mempelajari ilmu tersebut.
Penyusunan kitab Amtsilati ini tidak lepas dari penyusunan metode Amtsilati.
Kelebihan Metode Amtsilati ada beberapa kelebihan yang dimiliki metode
Amtsilati ini diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Peletakan rumus disusun secara sistematis.
b.
Contoh diambil dari Quran dan Hadist.
c.
Siswa dituntut untuk aktif, komunikatif, dan dialogis.
d.
Siswa dapat menjadi guru bagi
teman-temannya.
e.
Penyelesaian gramatika bahasa Arab
melalui penyaringan dan pentarjihan.
f.
Rumus yang pernah dipelajari diikat
dengan hafalan yang terangkum dalam dua buku khusus, yaitu rumus qa’idah dan
khulasoh alfiyah.
Dengan pembelajaran model klasikal ini, proses belajar mengajar berlangsung
efektif dan kondusif, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan
maksimal. Selain itu, dengan jumlah kelompok yang ideal, seorang guru dapat
memantau langsung kemampuan santri masing-masing. Walaupun kegiatan
pembelajaran dilaksanakan secara klasikal, tetapi pembelajaran ini lebih menekankan
pada kemampuan individual dalam menguasai kompetensi (materi) yang
dipersyaratkan.
Dalam pembelajaran individual ini setiap santri diberi kesempatan untuk
menguasai Amtsilati sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Dengan
kata lain, santri harus aktif dalam mengikuti pelajaran serta tidak boleh
bergantung pada orang lain. untuk memperlancar PBM, tugas guru hanya
mengarahkan, membimbing dan meluruskan santri jika melakukan kesalahan dalam
mempelajari materi yang sedang dipelajari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal, pembelajaran di sini
juga sangat memperhatikan perbedaan kemampuan santri dalam mengikuti PBM. Dalam
hal ini, misalnya seorang santri yang belajar Amtsilati dengan melihat atau
membaca khulasoh. Karena materi Amtsilati diperbanyak dengan contoh-contoh,
maka dengan sendirinya santri akan hafal materi pada khulasoh sesuai dengan
kebutuhannya. Selain itu, adanya kegiatan setoran khulasoh juga sangat
mendukung bagi santri untuk cepat menghafalkan materi sesuai dengan kecepatan
dan kemampuan mereka masing-masing.
Dengan demikian, ketika santri sudah menguasai materi yang telah
disampaikan, maka santri boleh mengajukan diri untuk dinilai (diuji)
kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap. Hal ini akan menguntungkan
santri yang memiliki kemampuan lebih (pandai) karena ia boleh diuji lebih dulu
setelah menguasai materi. Jika ia lulus, maka ia dapat melanjutkan ke jilid
selanjutnya sehingga ia dapat khatam lebih cepat dibandingkan santri yang lain.
adapun untuk santri yang lamban dalam menerima pelajaran dan tidak lulus ujian,
ia berkesempatan untuk belajar lagi sampai ia dapat lulus pada jilid tersebut.
Dengan demikian ia akan matang dalam memahami materi pelajaran. Dari uraian di
atas dapat difahami, bahwa pembentukan kelompok belajar dalam pembelajaran
Amtsilati ini sangat fleksibel karena bagi mereka yang telah lulus ujian dapat
pindah ke kelompok belajar yang lain untuk melanjutkan pelajaran selanjutnya.
2.
Memahami
Al Quran Dengan Makna Tamyiz
Bermula
dari uji coba metode yang dilakukan Abaza terhadap beberapa anak yang outputnya
berhasil menerjemahkan Al-Qur’an secara mandiri dengan cepat, sepulangnya Ust.
M.S. Kaban berziarah dari maqbarah Al-Imam Al-Syafi’I beliau mengamanatkan
kepada Abaza untuk mendalami risetnya tentang metode cepat tarjamah Al-Qur’an
dan mebaca kitab kuning. Didorong oleh semangat untuk menghadirkan kembali
generasi emas Imam Syafi’I di tengah-tengah umat Islam, berbagai uji coba dan
penggalian sumber melalui kegiatan mengutak-atik teori-teori baku nahwu dan
sharaf pun dilakukan dan walhasil lahirlah metode TAMYIZ. Secara definitive
bisa digambarkan melalui visi besarnya yaitu metode mudah, cepat, dan
menyenangkan untuk pintar mnerjemahklan Al-Qur’an dan membaca Kitab Kuning
(Turats) secara mandiri dalam kurun waktu 100 Jam.
Lebih
detail lagi Abaza menjelaskan bahwa Tamyiz merupakan lembar kerja (worksheet)
tentang formulasi teori dasar Quantum Nahwu-Sharaf yang dalam pembelajaran
Bahasa Arab bisa dikategorikan pada Arabic for Specific Purpose (ASP)
dengan target sangat sederhana yaitu sedari kecil anak SD/MI dan pemula
mubtadi’in) mampu menerjemahkan Al-Quran dan membaca Kitab kuning.
Dan Metode
TAMYIZ ini mulai di-launching oleh pemilik hak ciptanya (ABAZA) pada gelaran
Pesta Buku Jakarta persisnya tanggal 4 Juli 2009. Untuk memantapkan validitas
metode yang baru saja diluncurkan setelah “matur” kepada K.H. Dr. Akhsin Sakho,
Rektor Institut Ilmu Al-Qur’an yang juga menjabat sebagai Sekretaris Lajnah
Pentashih Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indoinesia beliau bersedia
menguji sahih metode ini kepada beberapa anak usia 7 -12 tahun yangvtelah
dibina selama 12 hari pada tanggal 10 Januari 2010.
Tamyiz
adalah metode pembelajaran yang mudah, praktis, dan menyenangkan untuk dapat
menterjemahkan Alquran dan kitab Kuning. Menurut Zaun metode Tamyis dapat
dipelajari sedini mungkin bahkan mereka yang berusia SMP ke atas dapat
menterjamahkan Alquran dan kitab Kuning hanya dalam waktu dua pekan.
Dengan Metode Tamyiz ini seseorang akan dengan mudah langsung bisa membaca
sekaligus menguraikan kosa kata atau struktur kata yang terdapat dalam Qur’an
ataupun kitab-kitab berbahasa Arab.
Bahkan di
Pesantren Bayt Tamyiz Indramayu milik Ustad Zaun, anak SD/MI & para pemula,
telah teruji dalam kurun waktu dua pekan sejak kedatangan mereka bisa
menterjemahkan Alquran dan kitab Kuning dengan benar sesuai kaidah
bahasa Arab sebagaimana santri yang belajar membaca kitab Kuning 3-4 tahun di
pesantren pada umumnya. Mimpi terbesar Tamyis adalah setiap muslim mampu
membaca dan memahami artinya.
Hal yang
seharusnya dihayati oleh siapapun yang akan mempelajari Alquran adalah garansi
yang telah disampaikan oleh Allah sendiri dalam Alquran surat Alqomar :17.
Dimana Alquran adalah sebuah kitab yang bukan hanya mudah tetapi sangat sangat
mudah bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
Metode
pembelajaran Tamyiz berbeda dengan metode bahasa arab lain yang targetnya
adalah mempelajari segala hal tentang bahasa arab, TAMYIZ hanya memformulasikan
teori dasar nahwu dan shorof melalui pembelajaran yang mudah dengan target
sederhana yaitu pintar tarjamah saja.
Cara
mengajarkan TAMYIZ menganut prinsip :الطريقة أهم من
المادة
Cara (mengajar) lebih penting dari materi (yang diajarkan).Cara belajar mengajar TAMYIZ mempunyai ciri khusus :
Cara (mengajar) lebih penting dari materi (yang diajarkan).Cara belajar mengajar TAMYIZ mempunyai ciri khusus :
1. LADUNI (ilate kudu muni); santri
harus mengeraskan suaranya (sebagai salah satu cara untuk mengoptimalkan
penggunaan potensi otak kanan dan otak kiri secara seimbang, sehingga hasil
belajar akan lebih optimal).
2. SENTOT (santri TOT); model belajar
santri adalah model ustadz yang sedang mengajar santri : Insya Allah santri
otomatis bisa mengajarkan TAMYIZ kepada orang lain (konsep START FROM THE
END).
3. MUDAH; proses pembelajarannya harus
dirasakan mudah oleh santri (Materi TAMYIZ 1 & 2 bisa dipelajari santri
yang bisa membaca Qur’an walau sama sekali tidak mengerti tarjamah bahasa arab,
materi TAMYIZ 3 bisa dipelajari setelah tamat TAMYIZ 1 & 2)
4. CEPAT & TEPAT; santri langsung
dituntun belajar tarjamah Qur’an dan kitab kuning (santri hanya belajar
formulasi teori nahwu shorof sesuai keperluan untuk pintar menterjemah saja).
Kegagalan
mayoritas umat Islam yang tidak bisa membaca maupun memahami Alquran karena
mereka memiliki keyakinan bahwa Alquran susah untuk dipelajari dan difahami,
sehingga mereka benar benar menemui kesulitan dalam mempelajarinya. Padahal
dewasa ini sudah sedemikian banyak metode metode praktis yang akan memudahkan
bagi siapapun yang sungguh sungguh ingin belajar termasuk dengan metode Tamyis.
Sehingga
paradigma yang harus dikembangakan adalah mempelajari Quran dengan metode yang
mudah bukan sebaliknya. Mempelajari Quran dengan metode Quran bukan dengan
metode bahasa Arab. Karena belum tentu orang yang bisa berbahasa Arab mampu
memahami Alquran tetapi ajaibnya orang yang bisa memahami Quran bisa dengan
mudah mempelajari bahasa Arab. Selanjutnya menyadari bahwa sebetulnya
mempelajari Alquran bukan dengan akal saja tapi dengan hati.
Dewasa ini
kebanyakan orang tua akan bangga bila anaknya mampu membaca Alquran atau bahkan
mampu menghapalnya. Kebanyakan orang tua akan lebih bangga lagi jika bisa
anakanya bisa juara Musabaqoh Tilawatil Quran. Padahal phenomena tersebut bisa
menjadi sumber problematika yang sangat serius ketika seseorang hanya bisa
membaca tanpa mengetahui maknanya. Seharusnya yang dikembangkan adalah mampu
membaca/ menghapalkannya, mampu memahami terjemahannya, dan mampu
mengajarkannya kepada orang lain.
Uniknya nama Tamyiz diambil dari nama guru Ustad Zaun
sendiri. Dimana Ia
telah memberikan pengaruh besar dalam hidupnya dari kecil hingga saat
ini. Selain modul Tamyiz Zaun juga telah merilis Kaw Kaban yaitu kamus Tamyis.
Kaw Kaban diambil darinama gurunya yang tak lain adalah MS Kaban mantan menteri
Kehutanan RI. Sedangkan yang akan segera di rilis adalah sebuah kamus Fathul
Qorib yang akan ia beri nama Masihu.
Masihu adalah
nama tengah dari nama Rektor Unissula yakni Prof Dr Laode Masihu Kamaluddin.
Digunakannya nama Masihu tersebut bukan sebuah hal yang berlebihan mengingat
Zaun adalah murid Laode Masihu Kamaluddin ketika kuliah dulu. Dimana Zaun
sangat mengagumi kepribadian dan pemikiran pemikiran Masihu Kamaluddin. Bahkan
Zaun mendapat wejangan khusus agar membuat karya yang bisa merubah dunia.
Dalam perjalanananya Zaun justru dianggap tidak
berkembang dan membuat marah Masihu Kamaluddin, dimana kemarahan itu berlangsung
lebih dari 17 tahun. Sebuah situasi yang tentunya sangat membuat ia
sangat tersiksa dimana di marahi seseorang yang sangat dikaguminya.
Momen untuk mendapat tempat di hati gurunya kembali
bersinar ketika ia menemukan metode Tamyis dan ia mengabarkan hal tersebut
kepada Masihu Kamaluddin. Sebuah prestasi yang membuat gurunya bangga dimana
muridnya bisa membuat karya yang sangat penting bagi dunia pendidikan.
Dalam waktu dekat Tamyis akan mengadakan kerjasama dengan
ICMI untuk mensukseskan misi pemahaman Alquran di Indonesia dan Unissula
juga akan berperan penting di dalamnya.
3.
Perbedaan
Dan Persamaan Metode Amstilati Dengan Tamyiz
Metode Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang dilakukan oleh
guru dalam menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih
menekankan pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu
memahami Qawa’id dengan baik. Kitab Amstilati merupakan kitab yang berisikan
materi pelajaran yang terprogram dengan penulisan sistematis untuk belajar
membaca kitab kuning bagi pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam jangka
3-6 bulan. Kitab tersebut membahas tentang Qawa'id (nahwu dan sharaf), di mana
kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar ilmu Qawa'id (nahwu dan
sharaf) serta sulitnya mempelajari ilmu tersebut. Penyusunan kitab Amtsilati ini tidak lepas dari penyusunan metode
Amtsilati.
Metode
Tamyiz adalah sebuah cara baru dalam belajar bahasa Arab atau bahasa Al-Qur'an.
Metode ini didedikasikan bagi umat Islam yang ingin dalam jangka waktu cepat
mampu menerjemahkan al-Qur'an 30 juz. Pelatihan telah dilakukan di banyak
tempat, baik bagi peserta umum maupun bagi calon pengajar (TOT)
TAMYIZ
adalah buku lembar kerja (worksheet) tentang formulasi teori dasar kuantum
nahwu-shorof yang masuk dalam katagori Arabic for Special Purpose (ASP) dengan
target sangat sederhana yaitu pintar tarjamah Qur’an. METODE TAMYIZ sudah
launching di panggung utama PESTA BUKU JAKARTA, Istora Senayan Jakarta
pada tanggal 4 juli 2009.
Sebagai
sebuah hasil riset panjang dan akan disebarluaskan untuk masyarakat, baik untuk
muslim di Indonesia maupun muslim di seluruh dunia, maka TAMYIZ telah tercatat
sebagai produk intelektual dengan HAK CIPTA No. 016445 Tanggal 05 Mei 2010.
Keunggulan metode tamyiz menurut
Nasrullah karena cara belajarnya dengan pendekatan seni (bernyanyi) dan game
(permainan). Sehingga para santri lebih enjoy karena belajarnya tidak kaku.
Selama ini saat belajar kitab kuning sering kali para santri megantuk. Ada pula
yang mengelak dengan bolos dan berbagai alas an lain.
Namun, setelah diterapkannya metode
Tamyiz para santri tampak menyenangi sehingga untuk belajar malah mereka yang
meminta. Metode tamyiz tersebut belajar seperti orang berdalail khairat dengan
lagu-lagu.
Persamaan dari kedua metode diatas
adalah sama-sama metode dalam mempelajari Al Qur’an dilihat dari segi makna
atau artinya. Metode diatas juga sama-sama berlandaskan tentang nahwu-shorof,
tidak hanya asal-asalan dalam memaknai sebuah Al Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Metode
Amtsilati yaitu suatu alat, cara atau rencana yang dilakukan oleh guru dalam
menyajikan materi kitab Amtsilati di mana dalam kitab tersebut lebih menekankan
pada memperbanyak contoh dan juga praktek dengan tujuan siswa mampu memahami
Qawa’id dengan baik. Kitab Amstilati merupakan kitab yang berisikan materi
pelajaran yang terprogram dengan penulisan sistematis untuk belajar membaca
kitab kuning bagi pemula yang dilaksanakan dengan intensif dalam jangka 3-6
bulan. Kitab tersebut membahas tentang Qawa'id (nahwu dan sharaf), di mana
kitab tersebut disusun mengingat pentingnya belajar ilmu Qawa'id (nahwu dan
sharaf) serta sulitnya mempelajari ilmu tersebut. Penyusunan kitab Amtsilati ini tidak lepas dari penyusunan metode
Amtsilati.
Tamyiz adalah metode
pembelajaran yang mudah, praktis, dan menyenangkan untuk dapat menterjemahkan Alquran dan kitab Kuning.
Menurut Zaun metode Tamyis dapat dipelajari sedini mungkin bahkan mereka yang
berusia SMP ke atas dapat menterjamahkan Alquran dan kitab Kuning hanya dalam
waktu dua pekan. Dengan Metode Tamyiz ini seseorang akan dengan mudah
langsung bisa membaca sekaligus menguraikan kosa kata atau struktur kata yang
terdapat dalam Qur’an ataupun kitab-kitab berbahasa Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar