Pendahuluan
A. Latar
Belakang Masalah
Belajar Al Qur’an merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim, begitu juga mengajarkannya. Balajar membaca Al
Qur’an sampai baik dan benar, sesuai dengan kaidah qiraat dan tajwid perlu
dilakukan sejak usia dini, baik dilakukan di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ),
madrasah, maupun pondok pesantren.
Pembelajaran Al Qur’an yang terjadi
di Madrasah Diniyah saat ini masih
bersifat konvensional, yaitu dengan teknik sorogan atau individual. Santri
membaca secara individu maju satu persatu kepada ustadz sesuai halaman
masing-masing. Selesai membaca dihadapan ustadz, santri mengulang bacaannya
sendiri beberapa kali.
Kondisi
seperti itu menimbulkan beberapa permasalahan, yaitu pertama santri tidak
diberi kesempatan untuk menyimak bacaan orang lain. Kedua, tidak ada kompetisi
di antara sesama santri. Ketiga, tempo belajar hanya beberapa menit saja dari
satu jam yang tersedia. Keempat, kesempatan untuk mengoreksi bacaan teman
tertutup. Kelima, kelas menjadi bising, sehingga belajarnya santri kurang
nyaman. Keenam, kurang terfokusnya pelajaran tajwid dan bacaan ghorib.
Atas dasar kenyataan inilah, maka
perlu dicari alternatif lainnya dengan melakukan inovasi dan pendekatan, baik
itu dalam penggunaan media ataupun metode penyampaian sehingga proses
pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan.
Penelitian ini difokuskan untuk
mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat
kemampuan santri membaca Al Qur’an berdasarkan kaidah qiraat dan tajwid yaitu
kurangnya inovatif dan kreativitas ustadz dalam menggunakan metode pembelajaran
Al Qur’an sehingga kelas menjadi monoton dan membosankan. Santri diajak untuk
mengoreksi bacaan temannya dan membenarkannya bila terjadi salah membaca.
Dengan cara demikian, terjadi kompetisi di antara santri siapa yang terbaik
dalam membaca Al Qur’an dan peningkatan kualitas bacaan santri maupun kualitas
mengoreksi bacaan Al Qur’an.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pembelajaran Al-Quran dengan kajian sistem sorogan?
2.
Bagaimana pembelajaran al- quran dengan metode turutan?
PEMBAHASAN
A. Metode Pengajaran Al-quran dengan Sorogan
Metode ini adalah ,mendiskripsikan
secara konprehensif tentang proses pembelajaran dengan prinsip tabaruk melalui
strategi bandongan dan sorogan.
Diberbagai kalangan pesantren diantaranya pondok pesantren Bangkalan,
al- iman bulus purworejo, krapyak Jogja, pembelajaran al quran menggunakan
sistem sorogan dan bandongan.
Strategi pembelajaran yang digunakan adalah
strategi konvensional , modern, dan strategi pembelajaran langsung dengan
metode sorogan dan bandongan. Pada semua strategi pembelajaran tersebut, ada
prinsip yang melekat yaitu prinsip tabaruk.
Pelaksanaan strategi bandongan
dan sorogan dilakukan dengan kyai atau
ustad sebagai pemberi informasi utama dan tanpa adanya tanya jawab, dan
interaktif. Sedangkan pembahasan hasil pembelajaran dari sorogan dan bandongan
dilakukan santri dengan strategi lain yaitu musyawarah, muhawaroh dan
muhadloroh. Dimana kegiatan tersebut dilakukan sesama santri dengan dipandu
oleh ustadz atau santri senior yang diadakan di musola atau srambi pondok.
Sistem sorogan yaitu murid
membaca secara individu maju satu persatu kepada guru sesuai halaman
masing-masing, selesai langsung pulang tanpa menunggu teman yang lain.
Mengingat tidak ada pelajaran lain seperti : do’a harian, kalimah thoyyibah
hafalan surat-surat pendek, bacaan sholat dan lain –lain, kecuali Al-Qur’an
saja.
Kelebihan dan kekurangan metode
Sorogan/Individual:
Kelebihan
Sangat baik untuk lembaga yang sangat
minim guru dan fasilitas sementara murid melimpah.
1. Jumlah
ruangan yang tidak mencukupi kebutuhan
2.
Dalam satu kelas terdiri dari berbagai jilid
3. Konsentrasi
penuh sehingga hasil bisa maksimal
Kekurangan
1. Tidak
ada kompetisi diantara sesama murid
2. Sangat
merugikan bagi lembaga yang punya fasilitas lengkap guru dan ruang cukup
3. Tempo
belajar hanya beberapa menit saja, dari satu jam yang tersedia
4. Kesempatan
untuk belajar mengoreksi bacaan teman tetutup
5. Kelas
bising, sehingga anak belajar kurang nyaman
6.
Jika bertempat di masjid atau mosholla, mengganggu para jamaah
yang sedang beribadah.
Manfaat
Hasil Penelitian
Adapun
manfaat hasil penelitian ini, yaitu:
1. Bagi
Guru
Hasil
penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi guru yang mengajarkan cara membaca
Al Qur’an, yaitu guru akan memiliki gambaran pembelajaran Al Qur’an yang
efektif, mengidentifikasi permasalahan yang timbul di kelas, sekaligus mencari
solusi pemecahannya, serta dapat digunakan untuk menyusun program penilaian
efektivitas pembelajaran Al Qur’an pada tahap berikutnya.
2. Bagi
Santri
Santri
lebih kompetitif dengan temannya. Kemampuan menyimak dan mengoreksi bacaan Al
Qur’an semakin meningkat. Santri lebih nyaman belajar Al Qur’an.
B. Metode Turutan
Untuk
mendapatkan informasi mengenai alasan penggunaan metode turutan dalam
pembelajaran al-Qur’an, kami memutuskan untuk mengadakan penelitian di madin
(madrasah diniyah) krapyak atas informasi dari beberapa teman yang mondok di
krapyak. Madin merupakan salah satu tempat pembelajaran al-Qur’an yang
dinaungi oleh pondok krapyak bagi anak-anak usia dini. Di tempat tersebut kami
menemui Mbak Siti Muyassarotul Hafidhah Sebagai informan untuk kami wawancarai
seputar penggunaan metode turutan. Dalam wawancara tersebut kami menanyakan beberapa
alasan mengapa menggunakan turutan dan bukan iqra’. Awalnya beliau mulai
menerangkan tentang keheranan beliau ketika mengajar di sana pada tahun 2009
mendengar anak SD kelas 6 masih belum bisa baca padahal sudah sampai pada jilid
VI Iqra’ dan metode tersebut terus digunakan sampai tahun 2011. Namun, seiring
berjalannya waktu dan melihat tidak adanya perkembangan kemampuan membaca
huruf-huruf arab (al-Qur’an) bagi para murid maka atas permasalahan ini beliau
mengambil inisiatif untuk mengusulkan agar diajarkan baca al-Qur’an dengan
metode turutan pada pertengahan 2011 sampai 2013 dan mendapat kemajuan serta
perubahan yang diinginkan dalam mengasah kemampuan membaca para murid-murid
tersebut. Namun, beliau mengatakan ada pula beberapa kelemahan pengajaran dengan
menggunakan turutan yakni terkadang para murid sering menghafalkan huruf
sehingga seolah-olah lancar. Namun, untuk menyikapi hal tersebut maka beliau
mengambil inisiatif untuk memberikan sedikit test setelah setoran dengan
menyuruh si murid mencari huruf yang disebutkan. Dan hal tersebut menjadi cara
efektif agar mampu mengukur kemampuan si murid dalam mengetahu setiap huruf
serta cara membacanya.
Pada
permasalahan mengenai perbedaan antara turutan dan iqra’ yang kami tanyakan
kepada informan, beliau berpedapat bahwa :
“ya
kalo turutan itu lebih efektif mas soalnya kan diawal para murid lebih dulu
diperkenalkan berbagai macam huruf dan seterusnya itu selalu diulang-ulang
sehingga tidak gampang lupa, sedangkan kalau metode iqra’ yang
pernah saya tahu ya perkenalannya terpisah-pisah dan berjilid-jilid sehingga
bagi para murid yang mungkin kurang cakap dalam menangkap huruf jadi tidak
paham.”
Lantas
kemudian bagaimana jika murid tidak lancar dalam membaca mbak ?”
“
ya kan kalau dalam turutan itu titik tekannya diawal pada waktu perkenalan
huruf itu mas jika murid belum benar-benar lancar dan tahu maka murid tersebut
tetap harus mengulang dan tidak boleh melanjutkan pada tahap berikutnya
meskipun terkadang mereka sering mengeluh karena tidak boleh ke tahap
berikutnya, sehingga terkadang mereka sering meminta berhenti dan mengadu pada
orang tuanya. Tapi, kami kemudian menjelaskan kepada para orang tua mereka
mengenai kemampuan anaknya sehingga mereka bisa memaklumi.”
Di
TPA tempat kami meneliti tersebut (Madin) ada pula beberapa bagian kelas
bagi para murid untuk pembagian sistem pembelajaran yang berbeda-beda :
1. Kelas
Ula :
para murid di kelas ini yakni anak-anak TK dan kelas 1 SD
Sistem
pembelajaran bagi kelas ini sama halnya dengan TPA anak-anak dan sistemnya
pengenalan huruf yakni bertahap setiap 1 huruf harus mampu dipahami, dan
memberi pertanyaan mengenai huruf-huruf yang sudah diajarkan.
2. Kelas
Wusto :
pada kelas ini sebenarnya dibagi dalam 2 kelas yakni A dan B,
dan
masalah sistemnya yakni sorogan. Hanya dibedakan tingkat
kelasnya
agar lebih bisa dipantau perkembangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar