Rabu, 17 Desember 2014

Metode Pembelajaran Al-Quran Konvensional



Pendahuluan

A.    Latar Belakang Masalah
Belajar Al Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, begitu juga mengajarkannya. Balajar membaca Al Qur’an sampai baik dan benar, sesuai dengan kaidah qiraat dan tajwid perlu dilakukan sejak usia dini, baik dilakukan di Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ), madrasah, maupun pondok pesantren.
Pembelajaran Al Qur’an yang terjadi di Madrasah Diniyah  saat ini masih bersifat konvensional, yaitu dengan teknik sorogan atau individual. Santri membaca secara individu maju satu persatu kepada ustadz sesuai halaman masing-masing. Selesai membaca dihadapan ustadz, santri mengulang bacaannya sendiri beberapa kali.
Kondisi seperti itu menimbulkan beberapa permasalahan, yaitu pertama santri tidak diberi kesempatan untuk menyimak bacaan orang lain. Kedua, tidak ada kompetisi di antara sesama santri. Ketiga, tempo belajar hanya beberapa menit saja dari satu jam yang tersedia. Keempat, kesempatan untuk mengoreksi bacaan teman tertutup. Kelima, kelas menjadi bising, sehingga belajarnya santri kurang nyaman. Keenam, kurang terfokusnya pelajaran tajwid dan bacaan ghorib.
Atas dasar kenyataan inilah, maka perlu dicari alternatif lainnya dengan melakukan inovasi dan pendekatan, baik itu dalam penggunaan media ataupun metode penyampaian sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan.
Penelitian ini difokuskan untuk mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan santri membaca Al Qur’an berdasarkan kaidah qiraat dan tajwid yaitu kurangnya inovatif dan kreativitas ustadz dalam menggunakan metode pembelajaran Al Qur’an sehingga kelas menjadi monoton dan membosankan. Santri diajak untuk mengoreksi bacaan temannya dan membenarkannya bila terjadi salah membaca. Dengan cara demikian, terjadi kompetisi di antara santri siapa yang terbaik dalam membaca Al Qur’an dan peningkatan kualitas bacaan santri maupun kualitas mengoreksi bacaan Al Qur’an.

B.     Rumusan Masalah
      1. Bagaimana pembelajaran Al-Quran dengan kajian sistem sorogan?
2. Bagaimana pembelajaran al- quran dengan metode turutan?

PEMBAHASAN

A.  Metode Pengajaran Al-quran dengan Sorogan
            Metode ini adalah ,mendiskripsikan secara konprehensif tentang proses pembelajaran dengan prinsip tabaruk melalui strategi bandongan dan sorogan.  Diberbagai kalangan pesantren diantaranya pondok pesantren Bangkalan, al- iman bulus purworejo, krapyak Jogja, pembelajaran al quran menggunakan sistem sorogan dan bandongan.
             Strategi pembelajaran yang digunakan adalah strategi konvensional , modern, dan strategi pembelajaran langsung dengan metode sorogan dan bandongan. Pada semua strategi pembelajaran tersebut, ada prinsip yang melekat yaitu prinsip tabaruk.            
Pelaksanaan strategi bandongan dan sorogan  dilakukan dengan kyai atau ustad sebagai pemberi informasi utama dan tanpa adanya tanya jawab, dan interaktif. Sedangkan pembahasan hasil pembelajaran dari sorogan dan bandongan dilakukan santri dengan strategi lain yaitu musyawarah, muhawaroh dan muhadloroh. Dimana kegiatan tersebut dilakukan sesama santri dengan dipandu oleh ustadz atau santri senior yang diadakan di musola atau srambi pondok.
Sistem sorogan yaitu murid membaca secara individu maju satu persatu kepada guru sesuai halaman masing-masing, selesai langsung pulang tanpa menunggu teman yang lain. Mengingat tidak ada pelajaran lain seperti : do’a harian, kalimah thoyyibah hafalan surat-surat pendek, bacaan sholat dan lain –lain, kecuali Al-Qur’an saja.
Kelebihan dan kekurangan metode Sorogan/Individual:
Kelebihan
                  Sangat baik untuk lembaga yang sangat minim guru dan fasilitas sementara murid melimpah.
       1.  Jumlah ruangan yang tidak mencukupi kebutuhan
       2.  Dalam satu kelas terdiri dari berbagai jilid
       3.  Konsentrasi penuh sehingga hasil bisa maksimal
Kekurangan
       1.  Tidak ada kompetisi diantara sesama murid
       2.  Sangat merugikan bagi lembaga yang punya fasilitas lengkap guru dan ruang cukup
       3.  Tempo belajar hanya beberapa menit saja, dari satu jam yang tersedia
       4.  Kesempatan untuk belajar mengoreksi bacaan teman tetutup
       5.  Kelas bising, sehingga anak belajar kurang nyaman
       6.  Jika bertempat di masjid atau mosholla, mengganggu para jamaah yang sedang beribadah.

Manfaat Hasil Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini, yaitu:
1.      Bagi Guru
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi guru yang mengajarkan cara membaca Al Qur’an, yaitu guru akan memiliki gambaran pembelajaran Al Qur’an yang efektif, mengidentifikasi permasalahan yang timbul di kelas, sekaligus mencari solusi pemecahannya, serta dapat digunakan untuk menyusun program penilaian efektivitas pembelajaran Al Qur’an pada tahap berikutnya.
2.      Bagi Santri
Santri lebih kompetitif dengan temannya. Kemampuan menyimak dan mengoreksi bacaan Al Qur’an semakin meningkat. Santri lebih nyaman belajar Al Qur’an.


B.  Metode Turutan
Untuk mendapatkan informasi mengenai alasan penggunaan metode turutan dalam pembelajaran al-Qur’an, kami memutuskan untuk mengadakan penelitian di madin (madrasah diniyah) krapyak atas informasi dari beberapa teman yang mondok di krapyak. Madin merupakan salah satu tempat pembelajaran al-Qur’an yang dinaungi oleh pondok krapyak bagi anak-anak usia dini. Di tempat tersebut kami menemui Mbak Siti Muyassarotul Hafidhah Sebagai informan untuk kami wawancarai seputar penggunaan metode turutan. Dalam wawancara tersebut kami menanyakan beberapa alasan mengapa menggunakan turutan dan bukan iqra’. Awalnya beliau mulai menerangkan tentang keheranan beliau ketika mengajar di sana pada tahun 2009 mendengar anak SD kelas 6 masih belum bisa baca padahal sudah sampai pada jilid VI Iqra’ dan metode tersebut terus digunakan sampai tahun 2011. Namun, seiring berjalannya waktu dan melihat tidak adanya perkembangan kemampuan membaca huruf-huruf arab (al-Qur’an) bagi para murid maka atas permasalahan ini beliau mengambil inisiatif untuk mengusulkan agar diajarkan baca al-Qur’an dengan metode turutan pada pertengahan 2011 sampai 2013 dan mendapat kemajuan serta perubahan yang diinginkan dalam mengasah kemampuan membaca para murid-murid tersebut. Namun, beliau mengatakan ada pula beberapa kelemahan pengajaran dengan menggunakan turutan yakni terkadang para murid sering menghafalkan huruf sehingga seolah-olah lancar. Namun, untuk menyikapi hal tersebut maka beliau mengambil inisiatif untuk memberikan sedikit test setelah setoran dengan menyuruh si murid mencari huruf yang disebutkan. Dan hal tersebut menjadi cara efektif agar mampu mengukur kemampuan si murid dalam mengetahu setiap huruf serta cara membacanya.

Pada permasalahan mengenai perbedaan antara turutan dan iqra’ yang kami tanyakan kepada informan, beliau berpedapat bahwa :
“ya kalo turutan itu lebih efektif mas soalnya kan diawal para murid lebih dulu diperkenalkan berbagai macam huruf dan seterusnya itu selalu diulang-ulang sehingga tidak gampang lupa, sedangkan kalau metode iqra’ yang pernah saya tahu ya perkenalannya terpisah-pisah dan berjilid-jilid sehingga bagi para murid yang mungkin kurang cakap dalam menangkap huruf jadi tidak paham.”
Lantas kemudian bagaimana jika murid tidak lancar dalam membaca mbak ?”
“ ya kan kalau dalam turutan itu titik tekannya diawal pada waktu perkenalan huruf itu mas jika murid belum benar-benar lancar dan tahu maka murid tersebut tetap harus mengulang dan tidak boleh melanjutkan pada tahap berikutnya meskipun terkadang mereka sering mengeluh karena tidak boleh ke tahap berikutnya, sehingga terkadang mereka sering meminta berhenti dan mengadu pada orang tuanya. Tapi, kami kemudian menjelaskan kepada para orang tua mereka mengenai kemampuan anaknya sehingga mereka bisa memaklumi.”

Di TPA tempat kami meneliti tersebut (Madin) ada pula beberapa bagian kelas bagi para murid untuk pembagian sistem pembelajaran yang berbeda-beda :
1.      Kelas Ula                 : para murid di kelas ini yakni anak-anak TK dan kelas 1 SD
Sistem pembelajaran bagi kelas ini sama halnya dengan TPA anak-anak dan sistemnya pengenalan huruf yakni bertahap setiap 1 huruf harus mampu dipahami, dan memberi pertanyaan mengenai huruf-huruf yang sudah diajarkan.
2.      Kelas Wusto             : pada kelas ini sebenarnya dibagi dalam 2 kelas yakni A dan B, 
 dan masalah sistemnya yakni sorogan. Hanya dibedakan tingkat 
 kelasnya agar lebih bisa dipantau perkembangannya.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar